Teladan Yusuf, Legawa nan Pemaaf: @salimafillah

Dalam memperbaiki hubungan; ada hal-hal yang tak harus kita katakan; betapapun penting; dan atau menyakitkan.

Itulah yang diajarkan si tampan Yusuf di ayat ke-100 dalam rangkaian kisahnya; di saat terwujud mimpi masa kecilnya. Dibuang ke sumur semasih kanak pastilah sangat pahit. Gelap yang mencekam & dekatnya kematian, takkan terlupakan

Peristiwa itulah awal petualangan hidup Yusuf; bagian terpenting untuk dikisahkan pada para terkasih (keluarganya) yang baru bertemu. Tapi Yusuf memilih tak menyebut (kisah) itu. Sama sekali. Sebab dia tahu; rasa bersalah akan menyesakkan (bagai) sembilu bagi 10 saudaranya. Yusuf dengan ta’zhim menaikkan Ayah-Bundanya ke singgasana; lalu mereka -’11 bintang, bulan, & mentari’- sujud hormat padanya.

Maka (ber)ujar(lah) Yusuf; “Ayahanda tercinta; inilah ta’bir mimpiku yang dahulu, sungguh Allah telah mewujudkannya jadi nyata.” Perhatikan bahwa sesudah kalimat ini; seharusnya Yusuf bercerita dengan menyebut awal petualangannya: (yaitu) dibuang ke sumur.

Tapi Yusuf (justru) meloncatkan (/melewatkan penggalan) hikayat (nya atas peristiwa tersebut); (ia pun berujar)“Sesungguhnya Rabbku telah berbuat baik kepadaku ketika Dia MENGELUARKANKU dari PENJARA..

Ada banyak jerih & nestapa (yang) dialaminya sebelum (di)penjara; tapi Yusuf (memilih) tidak berkata; “Ketika Dia MENGELUARKANKU dari SUMUR..

Sebab kata “sumur” akan menusuk hati saudara-saudara Yusuf; bak mengguyur cuka & garam ke luka nurani yang dicabik (cabik) sesal serta malu. Dengan ridha; Yusuf membiarkan cerita tentang kezhaliman saudara-saudaranya (itu) dikubur bersama kemaafan yang dihulurkannya (kepada saudara-saudaranya)

Semoga terteladani, Yusuf sang baik hati; sebab hari ini: Bahkan untuk sekedar memberi maafpun, kita kadang masih tertatih (enggan memberikannya)

Catatan: Dirangkai dari kultwit #Yusuf dari ust @salimafillah, 20/6/12